Antara Etika dan Profit: Dinamika Hak Moral dan Hak Ekonomi di Dunia Hak Cipta Lagu

Dalam harmoni melodis dunia musik, hak cipta menjadi penjaga utama terhadap keberlanjutan kreativitas dan pengakuan hak para pencipta lagu. Dalam ranah ini, dua aspek krusial, yakni hak moral dan hak ekonomi, memainkan peran sentral dalam membentuk lanskap hak cipta lagu. Hak moral memberikan kekuatan emosional dan artistik kepada pencipta, sementara hak ekonomi menciptakan dasar bagi kompensasi yang adil dan mendorong terus berkembangnya industri musik.

Artikel ini memandang lebih dekat pada dinamika unik antara hak moral dan hak ekonomi dalam konteks hak cipta lagu. Dalam era digital yang terus berkembang, tantangan baru dan peluang baru muncul, mempertanyakan keseimbangan antara perlindungan seniman dan ekosistem bisnis yang berkelanjutan. Bagaimana hak moral mencerminkan identitas artistik seorang pencipta lagu, sementara hak ekonomi memfasilitasi distribusi yang adil dan berkelanjutan?

Melalui eksplorasi mendalam ini, artikel ini bertujuan untuk menguraikan bagaimana hak moral dan hak ekonomi saling terkait dalam menciptakan ekosistem yang memungkinkan para pencipta lagu untuk terus berinovasi sambil memperoleh penghargaan yang pantas tanpa khawatir akan adanya pelanggaran hak cipta terhadap karya mereka. Dari penulisan lirik hingga performa, dari distribusi digital hingga royalti, kita akan menyelami kompleksitas hak cipta lagu untuk memahami peran esensial kedua dimensi ini dalam menjaga keberlanjutan dan keberagaman dalam dunia musik.

Menarik untuk ditilik lebih jauh lagi dari sisi perlindungan Hak Cipta di Indonesia, bagaimana sebenarnya hukum UU Hak Cipta mengatur perlindungan yang adil bagi pencipta lagu, pemegang hak cipta dan performers.

Hak Cipta dalam Kaitannya dengan Hak Moral dan Hak Ekonomi: Memahami Dualitas Proteksi Kreatif

Konsep perlindungan Hak Cipta di Indonesia mengikuti filosofi berdasarkan teori hukum alam (natural law) yang lahir dari adanya “natural rights”, kemudian pengakuan dan perlindungannya secara otomatis setelah karya cipta selesai dibuat. 

Seiring dengan perkembangan zaman dan masuknya era globalisasi, meningkatnya ekonomi kreatif juga meliputi perkembangan ilmu pengetahuan, seni musik dan sastra, hingga mencakup program komputer, mendorong pemerintah Indonesia untuk bersungguh-sungguh dalam melakukan upaya untuk melindungi hak ekonomi dan hak moral secara eksplisit bagi Pencipta dan Pemegang Hak terkait.

Musik adalah bahasa universal yang menghubungkan jiwa melintasi batas-batas budaya. Di balik setiap lagu yang kita dengarkan, tersembunyi pertarungan kompleks antara hak moral dan hak ekonomi dalam ranah hak cipta. Mari kita jelajahi harmoni dan disonansi yang ada di balik melodi kreativitas musikal.

A. Hak Moral: Sentuhan Pribadi dalam Notasi

Hak moral dalam konteks hak cipta lagu memberikan vokal kepada sentuhan pribadi pencipta. Pencipta lagu bukan hanya produsen melodi, tetapi juga penyumbang emosi dan pesan. Hak untuk diakui sebagai pencipta, mengendalikan integritas lirik, dan bahkan memutuskan bagaimana karya tersebut diperlakukan secara artistik, semuanya tergantung pada hak moral. Ini adalah bagian dari kekuatan pribadi yang membentuk identitas dan keunikan setiap lagu.

Hak moral memberikan perlindungan terhadap aspek non-monetaris dari karya, mengakui hubungan emosional dan artistik antara Pencipta dan karyanya. Moral Hak Cipta adalah konsep yang melibatkan pertimbangan etika dan prinsip moral terkait dengan hak cipta, khususnya dalam konteks karya intelektual. 

Hak moral merupakan hak yang melekat secara abadi pada diri Pencipta, yang artinya meski jangka waktu perlindungannya telah jauh terlewati, pengakuan dan penghargaan kepada diri Pencipta tetap harus dilakukan.

Menurut Otto Hasibuan terdapat 3 (tiga) basis atau prinsip dari Hak Moral, yaitu : 

  1. Right of Paternity merupakan hak bagi Pencipta untuk menuntut pencantuman namanya dalam ciptaan;
  2. Right of Publication merupakan hak bagi Pencipta untuk memutuskan apakah dan dimanakah karyanya akan dipublikasikan (droit de divulgation/hak pengungkapan) yang dikarenakan pengakuan atas Ciptaan atas publikasi yang telah dilakukan oleh Pencipta juga akan memiliki dampak yang nyata terhadap nama atau reputasi dari Pencipta itu sendiri.
  3. Right of Integrity merupakan hak untuk melindungi reputasinya dengan menjaga martabat dan keutuhan ciptaannya.

Selain ketiga doktrin mengenai hak moral di atas, Henry Soelistyo dan Bambang Pratama menambahkan 1 (satu) prinsip dari hak moral yaitu Right to Withdraw atau Hak untuk menarik ciptaan dari peredaran. Hak ini dimiliki oleh Pencipta dan apabila Pencipta pada akhirnya memilih untuk menarik peredaran Ciptaannya tersebut, maka Ciptaan tersebut pun otomatis tidak bisa diterbitkan berdasarkan Lisensi wajib yang berkaitan dengan Ciptaan tersebut.

Sejalan dengan prinsip hak moral dapat dilihat dari kasus perform penyanyi Via Vallen yang berselisih pendapat dengan Jerinx personel Superman Is Dead (SID) yang sempat memanas beberapa waktu yang lalu. Via Vallen dinilai melakukan pelanggaran hak cipta karena tidak meminta izin saat tampil membawakan lagu “Sunset di Tanah Anarki” pada event off air. Persoalan bertambah pelik setelah Jerinx menyebut Via Vallen tidak tahu makna lagu ketika diubah menjadi versi koplo.

Dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, diuraikan bahwa Hak Moral merupakan hak eksklusif yang melekat pada diri Pencipta secara abadi, yang terdiri dari:

  1. Tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya pada salinan sehubungan dengan pemakaian Ciptaannya untuk umum;
  2. Menggunakan nama aliasnya atau samarannya;
  3. Mengubah Ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat;
  4. Mengubah judul dan anak judul ciptaan;
  5. Mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi ciptaan, mutilasi ciptaan, modifikasi ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya.

Hak moral sebagaimana dimaksud di atas tidak dapat dialihkan selama Pencipta masih hidup, namun pelaksanaan haknya dapat dialihkan dengan wasiat atau sebab lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan setelah Pencipta meninggal dunia. 

Dalam melindungi Hak Moral itu sendiri, UU menyatakan bahwa Pencipta dapat memiliki hak yang pada normanya dilarang untuk dihilangkan, diubah, atau dirusak, yang diatur dalam Pasal 6 UU HC, yang meliputi:

  1. Informasi Manajemen Hak Cipta, meliputi informasi tentang metode atau sistem yang dapat mengidentifikasikan originalitas substantif Ciptaan dan Penciptanya, serta kode informasi dan kode akses.
  2. Informasi Elektronik Hak Cipta, meliputi informasi tentang suatu Ciptaan, nama Pencipta, Pencipta sebagai pemegang Hak Cipta, masa dan kondisi penggunaan Ciptaan, nomor, dan kode informasi.

B. Hak Ekonomi: Notasi dalam Kompensasi

Berbeda dengan Hak moral, Hak ekonomi dalam hak cipta lagu memberikan pengaturan bisnis pada harmoni kreatif ini. Hak reproduksi, hak distribusi, dan hak pertunjukan adalah sebagian dari komponen hak ekonomi yang memberikan landasan bagi pencipta untuk mendapatkan kompensasi finansial. Dalam era streaming digital dan penyebaran global, hak ekonomi menjadi semakin penting untuk memastikan bahwa seniman mendapatkan imbalan yang setimpal atas karya mereka.

Ketersediaan yang mudah melalui platform digital dan fenomena viral memberikan tantangan baru dan peluang bagi para pencipta. Hak ekonomi harus menavigasi lautan kompleks royalti digital dan pembagian pendapatan.

Prinsip dari Hak Ekonomi memiliki ruang lingkup yang berbeda jika dibandingkan dengan prinsip dari Hak Moral, dikarenakan prinsip ekonomi dari Hak Cipta merupakan prinsip yang memberi kesempatan bagi Pencipta untuk mendapatkan imbalan berupa manfaat ekonomi dari Ciptaan yang telah dibuat. Prinsip ekonomi pada dasarnya menginduk pada pemikiran utilitarian atas kemanfaatan ekonomi.

Dalam TRIPs Agreement, terdapat prinsip-prinsip yang menyangkut pada Hak Cipta yang menyatakan bahwa para pihak yang akan melakukan tindakan-tindakan yang menyangkut penampilan, dan bentuk tertentu penyebarluasan Ciptaan harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari Pencipta sebagai pemilik dari hak eksklusif. Hal tersebut secara khusus dituangkan secara eksplisit dalam Article 14 TRIPs Agreement yang berisikan “Protection of Performers, Producers of Phonograms (Sound Recordings), and Broadcasting Organizations”.

WIPO menyatakan bahwa terdapat 2 (dua) teori yang melandasi prinsip ekonomi dalam perkembangan Hak Cipta. Pertama, terdapat asumsi bahwa para pihak yang memiliki pemikiran kreatif sebagai Pencipta memang memiliki motivasi atau keinginan untuk mendapatkan keuntungan. Kedua, terdapat asumsi bahwa semakin tinggi perlindungan dari Hak Cipta maka akan semakin tinggi juga kekuasaan monopoli yang dimiliki oleh Pencipta dalam pemasaran, dan akan menimbulkan peningkatan terhadap konsumen yang akan selalu membeli Ciptaan.

C. Keseimbangan yang serasi

Keseimbangan antara hak moral dan hak ekonomi adalah seperti menyusun akord yang indah. Menciptakan lingkungan yang mendukung pencipta dalam mengekspresikan diri, sambil memberikan insentif ekonomi yang cukup untuk mendorong inovasi, adalah kunci untuk menjaga harmoni dalam industri musik. Dalam mencari keseimbangan ini, dunia hak cipta lagu menghadapi tantangan dan peluang untuk memeluk transformasi digital tanpa mengorbankan esensi kreativitas.

Ketika kita terus menikmati lagu-lagu yang menyentuh hati, marilah kita juga merenung pada perjuangan unik antara hak moral dan hak ekonomi yang membentuk setiap nada dan kata dalam karya musikal yang kita cintai.

Menari di Nada Bisnis: Pemanfaatan Hak Ekonomi untuk Mengubah Melodi Hak Cipta Lagu

Untuk mengoptimalkan kreativitas Hak Cipta Lagu di era melodi merajai pasar entertainment, pemanfaatan Hak Ekonomi memegang peran sentral dalam menjaga keberlanjutan dan pertumbuhan industri musik. Dalam konteks Hak Cipta Lagu, pemanfaatan hak ekonomi bukan hanya sekedar menciptakan saluran pendapatan, tetapi juga menjadi kunci untuk merangsang kreativitas dan inovasi di dunia musik.

Pemanfaatan hak ekonomi dalam hak cipta lagu terlihat secara nyata melalui distribusi digital. Platform streaming dan toko musik online memberikan akses global terhadap karya-karya musik, memperluas jangkauan audiens untuk setiap lagu yang tersedia di platform.

Hak ekonomi memberikan hak eksklusif bagi Pencipta Lagu atau Pemegang Hak Ciptaan untuk mereproduksi karya mereka. Bukan hanya tentang mencetak CD atau vinyl, tetapi juga mencakup reproduksi digital. Melalui perjanjian lisensi dan kerja sama dengan platform distribusi, pencipta dapat memastikan bahwa setiap replika digital dari lagu mereka dihargai dengan imbalan yang setimpal. Hal ini dapat memberikan insentif kuat untuk terus menciptakan musik berkualitas tinggi. 

Mendalami Performance Rights dalam Hak Cipta Lagu

Performance Rights dalam hak cipta lagu merujuk pada hak-hak yang diberikan kepada Pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengontrol dan mendapatkan kompensasi atas penampilan lagu mereka. Mencakup segala bentuk penampilan baik di konser musik, radio, bahkan di platform streaming digital.

Bagi Pencipta lagu, pengakuan atas penampilan karya mereka adalah bentuk apresiasi yang sangat dihargai. Melalui konser musik, radio, dan penayangan di platform digital membantu mendistribusikan karya musik ke seluruh dunia. Dengan adanya performance rights, Pencipta dapat memastikan bahwa setiap kali lagu mereka dimainkan atau diperdengarkan ke khalayak, mereka akan menerima kompensasi yang layak.

Meskipun penting, tidak dapat dipungkiri bahwa penanganan hak cipta dalam industri musik masih memiliki tantangan. Penggunaan ilegal dan pelanggaran hak cipta terus menjadi masalah. Namun, inovasi seperti blockchain dan kontrak pintar (smart contract) dapat membantu memperkuat dan menyederhanakan sistem pembayaran royalti.

Para pelaku industri musik, termasuk seniman, performers, dan produser rekaman musik, sangat perlu diberdayakan melalui pendidikan dan kesadaran akan Performance Rights

Sistem Royalti Digital: Navigasi dalam Lautan Digital

Terlepas dari hak moral atas pelarangan Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk menggunakan lagu dalam penampilan performers tertentu maka untuk mendapatkan legitimasi menggunakan lagu yang dilarang oleh Pencipta sebagai pemegang hak cipta, berdasarkan Pasal 23 ayat (5) UU Hak Cipta menyatakan “Setiap orang dapat menggunakan secara komersil suatu ciptaan dalam satu pertunjukan tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada pencipta dengan membayar imbalan kepada Pencipta melalui Lembaga Management Kolektif (LMK).

Sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 22 UU Hak Cipta LMK adalah lembaga yang berbentuk badan hukum nirlaba yang diberikan kuasa oleh pencipta, pemegang hak cipta, dan/atau pemilik hak terkait guna menghimpun dan mendistribusikan royalti sesuai dengan tarif yang telah ditetapkan oleh pemerintah. 

Oleh karenanya, perlu digaris bawahi betapa pentingnya bagi Pencipta ataupun pelaku pertunjukan bergabung bersama LMKN untuk mendapatkan hak ekonomi yang adil dari karya ciptaannya secara maksimal.

Sistem royalti digital dapat menjadi alternatif untuk bertindak sebagai garda terdepan dalam memastikan pencipta lagu menerima kompensasi yang adil untuk karya mereka. Dengan menggantikan model royalti tradisional yang seringkali rumit dan sulit dilacak, sistem ini memungkinkan pencatatan dan distribusi royalti secara transparan melalui platform digital. Hal ini seyogyanya dapat memberikan keadilan yang lebih pasti kepada Pencipta lagu atau Pemegang Hak Cipta, yang sebelumnya mungkin kehilangan hak royalti karena ketidakjelasan dalam sistem royalti konvensional.

Meskipun pada kenyataannya sistem royalti digital menawarkan solusi modern untuk pembayaran royalti hak cipta, namun tantangan masih tetap ada. Pertama, kompleksitas infrastruktur digital menyebabkan kesulitan dalam pelacakan dan identifikasi penggunaan lagu. Kedua, ada isu-isu terkait keadilan dalam pembagian royalti di antara berbagai pihak, termasuk penyanyi, penulis lirik, dan produser. Sehingga banyak pendapat bahwa perubahan sistem royalti modern tidak selalu memberi manfaat yang merata kepada semua pihak.

Kesimpulan

Tantangan utama terjadinya dinamika pertarungan antara hak moral dan hak ekonomi di dunia hak cipta lagu, terletak pada upaya untuk menjaga keseimbangan antara perlindungan hak moral pencipta lagu, seperti pengakuan paternitas dan penghormatan terhadap karya intelektual serta kebutuhan untuk memastikan keuntungan ekonomi yang adil.

Perubahan teknologi digital dan transformasi industri musik memicu ketegangan antara nilai etika dan keuntungan finansial. Solusi inovatif seperti blockchain telah diusulkan untuk meningkatkan transparansi dalam distribusi royalti, namun pertarungan antara hak moral dan hak ekonomi tetap menjadi tantangan yang utama.

Dengan berlanjutnya dialog, kerjasama, dan inovasi, harapannya adalah menemukan solusi holistik yang dapat merangkul kepentingan baik dari segi etika maupun ekonomi. Melalui langkah-langkah ini, diharapkan dunia hak cipta lagu dapat mencapai keseimbangan yang lebih baik, memberikan penghargaan kepada pencipta lagu secara adil tanpa terjadinya pelanggaran hak cipta, sambil memastikan kelangsungan dan kemajuan industri musik di era digital ini.

————————————

Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
    2. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
  • Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik.

 

Referensi:

Buku:

  1. Haryono & Agus Sutono, Pengakuan dan Perlindungan Hak Cipta Tinjauan Secara Filosofis dan Teoritis, Jurnal ilmiah CIVIS Vol. VI No. 2 Juli, 2017, h. 55.
  2. Henry Soelistyo. Hak Cipta tanpa Hak Moral. Depok: Rajawali Pers, 2017, h. 17.
  3. Hulman Panjaitan & Wetmen Sinaga, Performing Right: Hak Cipta atas Musik & Lagu Serta Aspek Hukumnya, IND HILL CO, Jakarta, 2011, h. 75.
  4. Henry Soelistyo, Plagiarisme: Pelanggaran Hak Cipta dan Etika, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 2011, h. 51-52.
  5. Henry Soelistyo, Hak Cipta tanpa Hak Moral, Op. Cit., h. 112.
  6. Bambang Pratama, Prinsip Moral sebagai Klaim pada Hak Cipta dan Hak untuk Dilupakan (Right to be Forgotten), Veritas et Justitia: Jurnal Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan Vol. 2, 2016, h. 328.
  7. Ruth L. Okediji, Copyright Law in an Age of Limitations and Exceptions, Cambridge University Press, New York, h. 15.

Link Website:

  1. https://oppal.co.id/news/performing-rights-makna-batasan-dan-bagaimana-harus-bersikap/, yang diakses pada tanggal 6 November 2023, pukul 13.11 WIB.
  2. https://kumparan.com/kumparannews/5-kasus-pelanggaran-hak-cipta-lagu-dari-dewa-19-hingga-iwan-fals-1543575783267928409/full, diakses tanggal 31 Januari 2024; pukul 15.46.

Posted

in

by

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *