Waspada! Pelanggaran Merek di Media Sosial: Risiko Hukum & Solusi.

Di era digital yang serba cepat ini, media sosial telah menjadi tempat bagi para pelaku usaha dalam membangun identitas merek dan memasarkan produk atau jasa. Platform digital seperti Instagram, Facebook, dan TikTok bukan lagi sekadar tempat berbagi cerita, tapi telah bertransformasi menjadi pasar digital yang menjanjikan. Namun, di balik peluang besar tersebut, tersembunyi ancaman serius yaitu “pencurian merek di media sosial”.

Pelanggaran Hak Cipta terjadi ketika suatu pihak menggunakan merek terdaftar milik orang lain tanpa izin, yang dapat menimbulkan kebingungan di kalangan konsumen atau merugikan reputasi pemilik merek. Bentuk pelanggaran merek yang sering terjadi di media sosial diantaranya, (1) Pemakaian Merek tanpa izin dapat berupa adanya pengguna lain yang menggunakan merek terdaftar untuk postingan promosi, menjual produk serupa atau menyesatkan konsumen (misleading consumers); (2) Pembuatan akun palsu atau imitasi yang sengaja dibuat di akun media sosial dengan nama dan logo yang menyerupai merek terkenal atau merek yang resmi terdaftar untuk menipu konsumen (deceiving consumers); (3) Penjualan produk palsu yaitu menjual barang tiruan atau kualitas KW dengan tag atau mention atau mencantumkan merek asli tanpa izin dari pemiliknya, seolah-olah memiliki afiliasi dengan merek tertentu; (4) Pemanfaatan kata kunci atau hashtag bermerek dengan menggunakan nama merek sebagai hashtag atau kata kunci tanpa izin untuk menarik perhatian konsumen.

Salah satu contoh nyata terjadi pada tahun 2023, di mana akun Instagram dengan nama @ZARA_id_Official mempromosikan produk fashion dan mengklaim sebagai reseller resmi dari brand ZARA. Setelah ditelusuri, akun ini ternyata tidak memiliki hubungan resmi atau izin dari ZARA Indonesia atau Industria De Diseno Textil, S.A. (Inditex, S.A.) selaku pemilik merek.

Setelah mendapat laporan dari konsumen dan pengawasan dari kuasa hukum merek ZARA, pihak ZARA melayangkan somasi digital dan melaporkan akun tersebut ke Instagram sebagai pelanggaran kekayaan intelektual. Akun tersebut akhirnya ditakedown oleh Instagram, dan pelaku tidak menindaklanjuti permintaan klarifikasi hukum dari pemilik merek.

Kasus ini menjadi pelajaran penting bahwa penggunaan nama dan logo merek milik orang lain secara sembarangan. Walaupun terlihat seperti sekedar promosi, bisa berujung pada konsekuensi hukum yang serius.

Perlindungan merek di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, yang memberikan hak eksklusif kepada pemilik merek terdaftar. Dalam konteks pelanggaran di media sosial, berikut beberapa ketentuan penting:

Pasal 83 UU Merek yang menyatakan bahwa “Pemilik merek terdaftar berhak mengajukan gugatan perdata terhadap pihak yang menggunakan mereknya tanpa izin.”

Pasal 100 UU Merek, “Pihak yang dengan sengaja menggunakan merek terdaftar milik orang lain tanpa izin dapat dikenakan sanksi pidana berupa pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda hingga Rp2 miliar.”

Pasal 28 UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) juga mengatur terkait pelanggaran merek yang dilakukan secara daring, yang menyatakan bahwa “Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menyesatkan konsumen dapat dipidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.”

Penggunaan merek terdaftar tanpa izin di media sosial, meskipun dilakukan tanpa niat jahat, dapat berujung pada konsekuensi hukum. Risikonya bisa berupa somasi, penarikan konten/take down, ganti rugi, hingga gugatan perdata atau pidana. Bahkan dari satu unggahan yang viral bisa memperbesar dampak hukum dan reputasi yang ditimbulkan.

Maka dari itu, penting untuk selalu melakukan due dilligence sebelum menggunakan nama, logo, atau simbol tertentu dalam konten media sosial. Bila diperlukan, mintalah izin secara tertulis atau gunakan materi yang jelas-jelas berada dalam domain publik atau telah mendapat lisensi yang resmi.

Untuk mencegah pencurian atau penggunaan merek tanpa izin di media sosial, langkah pertama dan paling krusial adalah pemilik merek mengajukan daftar paten ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), karena merek yang terdaftar memiliki perlindungan hukum eksklusif terhadap penggunaan yang tidak sah. Selanjutnya, pantau penggunaan merek secara berkala dengan menggunakan fitur pencarian di media sosial untuk memantau siapa saja yang menggunakan nama atau logo merek anda. Kalau menemukan akun atau konten yang menggunakan merek anda tanpa izin, anda bisa melaporkan langsung ke platform media sosial (Instagram, Facebook, TikTok, dll yang memiliki form pelaporan pelanggaran kekayaan intelektual). Langkah strategis dari segi hukum adalah mengirimkan somasi secara profesional terlebih dahulu sebelum menempuh jalur hukum secara resmi.

Jika pelanggaran merek bersifat serius atau terkait ekspansi ke pasar internasional, sebaiknya konsultasikan dengan konsultan kekayaan intelektual yang berpengalaman. Mereka dapat membantu menyusun strategi perlindungan global, mengurus pencatatan merek di luar negeri, serta menangani sengketa lintas negara untuk memastikan merek Anda tetap aman dan kompetitif.

Pelanggaran merek di media sosial bukan hanya persoalan etika, tapi juga masalah hukum dengan risiko yang nyata. Di tengah derasnya kemajuan teknologi dan informasi konten digital, pemilik merek harus proaktif dalam melindungi haknya, sementara pengguna wajib menghormati dan memahami batasan hukum dalam menciptakan konten.

Dengan awareness pendaftaran merek, edukasi yang berkelanjutan, kesadaran hukum, pemantauan aktif, serta penegakan hukum yang tegas, kita dapat menciptakan ekosistem digital yang lebih adil, profesional, dan aman, baik untuk pelaku usaha, konsumen, maupun masyarakat digital secara luas.


Posted

in

by

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *