Desain Lanskap Anda Adalah Aset: Sudahkah Dilindungi dari Pelanggaran Hak Cipta?

Bayangkan Anda melakukan riset selama berbulan-bulan, membuat sketsa, dan revisi tanpa henti, Anda akhirnya menyelesaikan sebuah desain master plan taman publik yang inovatif. Desain tersebut dieksekusi, dipuji, dan menjadi ikon baru.

Satu tahun kemudian, Anda mengunjungi kota lain dan melihat taman yang polanya, alur sirkulasinya, dan bahkan komposisi tanamannya, 90% identik dengan karya Anda. Namun, nama Anda tidak tercantum di mana pun.

Frustrasi? Tentu saja. Tapi pertanyaannya adalah: apa yang bisa Anda lakukan terhadap pelanggaran hak cipta seperti ini?

Bagi banyak profesional di industri kreatif, termasuk arsitek lanskap, konsep Hak Kekayaan Intelektual (HKI) sering terasa abstrak, rumit, dan… mahal. Padahal, karya arsitektur lanskap Anda bukan sekadar ruang fisik; ia adalah Aset Intelektual bernilai tinggi yang dilindungi oleh hukum dari risiko pelanggaran hak cipta.

Di Kartini Djohan Consulting, kami sering menjumpai tiga mitos utama yang menghalangi para arsitek untuk melindungi aset mereka. Mari kita luruskan.

Mitos 1: “Melindungi Hak Cipta itu MAHAL.”

Fakta: Biaya Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk mencatatkan sebuah ciptaan secara online di portal DJKI adalah Rp 200.000 per permohonan. Ini adalah investasi yang sangat kecil dibandingkan dengan potensi kerugian akibat pelanggaran hak cipta yang bisa merugikan reputasi dan nilai karya Anda.

Mitos 2: “Prosesnya RUMIT dan lama.”

Fakta: Di masa lalu, mungkin iya. Kini, prosesnya 100% online melalui e-hakcipta.dgip.go.id. Sistem ini dirancang untuk alur kerja yang efisien. Selama Anda memiliki dokumen yang lengkap (seperti contoh ciptaan dan surat pernyataan), prosesnya bisa berjalan lancar.

Mitos 3: “Desain lanskap ‘kan bukan ‘seni’ seperti lukisan?”

Fakta: Undang-Undang Hak Cipta Indonesia (UU No. 28/2014) sangat jelas. Pasal 40 ayat (1) huruf h secara eksplisit melindungi “Arsitektur”. Disiplin perancangan ruang, termasuk arsitektur lanskap sebagai karya yang dapat dilindungi dari pelanggaran hak cipta.

“Jika Hak Cipta Otomatis, Kenapa Harus Repot Mencatatkan?”

Ini adalah pertanyaan paling penting. Hukum Indonesia menganut prinsip automatic protection. Artinya, Hak Cipta Anda lahir secara otomatis pada detik ide Anda diwujudkan (misalnya, dalam bentuk sketsa atau file CAD), bukan saat didaftarkan. 

Lalu, untuk apa repot-repot mencatatkan ke DJKI?

Jawabannya: Sebagai Alat Bukti Kuat Jika Terjadi Pelanggaran Hak Cipta.

Pencatatan (pendaftaran) bersifat deklaratif. Anggap saja seperti ini: Anda memiliki mobil (hak otomatis), tetapi Anda membutuhkan BPKB dan STNK (pencatatan) untuk membuktikan kepemilikan Anda dengan mudah di hadapan hukum.

Jika terjadi sengketa, Surat Pencatatan Ciptaan dari DJKI berfungsi sebagai alat bukti awal yang sangat kuat (prima facie evidence). Surat ini membalikkan beban pembuktian atau pihak lawan lah yang harus membuktikan bahwa desain Anda tidak orisinal, bukan Anda yang repot-repot membuktikan keaslian karya Anda.

Dua Hak yang Wajib Anda Pahami

Saat Anda menciptakan sesuatu, Anda otomatis mendapatkan dua hak:

  1. Hak Moral: Hak yang melekat abadi pada diri Anda. Contohnya adalah hak agar nama Anda dicantumkan (Hak Atribusi) dan hak untuk menentang modifikasi karya yang merusak reputasi Anda (Hak Integritas).
  2. Hak Ekonomi: Hak untuk mendapatkan manfaat finansial. Misalnya, hak untuk melisensikan desain bangku taman Anda agar bisa diproduksi massal, atau hak untuk melarang orang lain mengomersialkan desain Anda tanpa izin.

Klausul Krusial: Siapa Sebenarnya Pemilik Hak Cipta?

Di sinilah letak jebakan yang sering terjadi.

  • Skenario 1: Anda adalah karyawan tetap di sebuah firma konsultan. Saat Anda mendesain, pemegang Hak Cipta (terutama Hak Ekonomi) secara hukum adalah Firma/Perusahaan Anda.
  • Skenario 2: Anda adalah konsultan independen/freelancer yang disewa klien. Pemegang Hak Cipta adalah Anda sebagai Arsitek Pencipta.

TAPI… kedua skenario di atas bisa dimentahkan oleh satu frasa sakti: “…kecuali diperjanjikan lain.”

Inilah mengapa kontrak Anda adalah segalanya. Sebuah klausul sederhana dalam Surat Perjanjian Kerja (SPK) dapat menentukan siapa yang berhak atas Hak Ekonomi karya Anda. Literasi kontraktual bukan lagi “urusan legal,” tapi kompetensi inti seorang profesional.

Dari Desainer Menjadi Pemilik Aset

Berhenti melihat Hak Cipta sebagai beban administratif. Mulailah melihatnya sebagai strategi fundamental untuk mengamankan nilai dan melindungi reputasi Anda.

Peran Konsultan Kekayaan Intelektual (Konsultan KI) bukan hanya sebagai “pemadam kebakaran” saat terjadi sengketa. Peran kami adalah sebagai mitra strategis yang membantu Anda secara preventif:

  • Memeriksa dan menyusun klausul HKI dalam kontrak Anda.
  • Mengelola portofolio aset intelektual Anda.
  • Membantu strategi komersialisasi (lisensi) desain Anda.

Karya Anda berharga. Saatnya melindunginya secara profesional. Biarkan kami yang menangani kompleksitas hukumnya, sehingga Anda bisa fokus pada hal yang terbaik: berinovasi. Percayakan perlindungan kekayaan intelektual Anda kepada para profesional. Mari diskusikan strategi terbaik untuk inovasi Anda hari ini!

KARTINI DJOHAN CONSULTING

📍GKM Green Tower 5th Fl. #508

Jl. TB Simatupang No. Kav. 89G

Jakarta Selatan 12520, Indonesia

✉️hello@kartinidjohan.com

📞(62)811-8242-588

🌐www.kartinidjohan.com


Posted

in

by

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *